Ringkasan Khotbah KU Minggu, 24 Mei 2020
Komunitas Rohani yang Saling Membantu
Galatia 6:1-10
Ev. Nanncy Rumetor
Sudah tidak asing lagi di telinga kita semboyan yang dicetuskan oleh pahlawan nasional asal Sulut Bapak Sam Ratulangi: “Sitou Timou Tumou Tou.” Manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia. Suatu semboyan yang cukup keras dan menjadi peringatan bagi kita khususnya orang Kristen bagaimana seharusnya kita hidup BERSAMA di tengah-tengah dunia ini. Di tengah dunia ini kita tidak hidup sendiri, tapi kita hidup bersama dengan orang lain.
Dalam Kej.2:18, Tuhan Allah berfirman: “tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja, Aku akan menjadikan seorang penolong bagi dia.” Tuhan Allah tahu, manusia tidak bisa hidup sendiri. Dia butuh orang lain untuk menolong dia. Kita semua sudah diselamatkan Kristus untuk menjadi alat-Nya, untuk mengabarkan Injil Keselamatan dan melakukan perbuatan baik bagi mereka yang membutuhkan pertolongan kita, supaya dunia ini tahu siapa Tuhan yang kita sembah yang sudah menyelamatkan kita.
Galatia 6 ditulis oleh Rasul Paulus sebagai nasihat atau petunjuk praktis bagaimana orang-orang Kristen yang sudah menerima anugerah keselamatan menjalankan kehidupannya di tengah-tengah dunia ini. Apa yang harus kita lakukan?
- Menolong sesama yang jatuh dalam dosa (ay. 1)
Ketika ada orang yang jatuh ke dalam dosa, mana yang lebih banyak: orang yang menyalahkan dan mencemooh atau orang yang menolong?
Tidak seperti surat-surat yang lain di mana Paulus mengawalinya dengan ucapan syukur dan doa, di dalam surat ini, Paulus memulainya dengan sebuah teguran. Mengapa? Karena ada di antara mereka yang pernah menerima Injil Yesus Kristus, mulai terbujuk untuk meninggalkan anugerah Allah yang sudah mereka terima dengan ajaran-ajaran palsu (injil yang lain).
Kekuatiran Paulus yang utama diekspersikan dalam Galatia 1:6, “aku heran bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu dan mengikuti suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil.” Dan di ayat yang ke-9, Rasul Paulus menegur orang-orang yang dengan sengaja membritakan injil yang palsu dengan teguran yang sangat keras: TERKUTUKLAH Kamu!
Berbeda pasal yang ke-6 ini, rasul Paulus mengingatkan kepada jemaat Galatia supaya menegur orang yang berbuat kesalahan dengan lemah-lembut. Mengapa demikian? Kata ‘kedapatan’ yang dipakai disini adalah Paraptoma yang artinya bahwa dosa yang dilakukan disini bukanlah dosa yang disengaja, melainkan dosa ‘tergelincir atau terpeleset’, yang bisa saja dialami seseorang di jalan licin atau lorong yang dilaluinya.
Rasul Paulus paham betul akan masalah-masalah yang timbul dalam setiap kehidupan masyarakat Kristen. Betapapun baiknya manusia, suatu saat kelak, ia bisa saja tergelincir dalam perbuatan dosa. Jika ada orang yang tergelincir dalam dosa, maka tugas kita adalah mengembalikan orang itu kejalan yang benar.
Kata memimpin dalam Bahasa Yunani ‘katartizo’ berarti memulihkan. Kata ini dipakai dalam PB untuk membetulkan jaring atau jala yang rusak (Mat. 4:21) atau seperti tukang bangunan yang memperbaiki bangunan yang rusak atau seorang dokter mengobati pasiennya.
Dengan tidak menghakimi orang berdosa, sejatinya kita telah menolongnya untuk mengalami pemulihan diri dan menghindari diri dari dosa yang tidak perlu. Mereka yang jatuh dalam dosa sejujurnya berada dalam kondisi yang lemah dan tidak berdaya. Sebagai orang yang kuat kita bertanggung jawab menolongnya bangkit dan berubah.
Ada sebuah statement yang bagus mengatakan:
Jika engkau melihat keburukan pada diriku, maka beritahu aku, bukan orang lain, karena yang akan mengubahnya bukan orang lain, tapi AKU.
Kita seringkali merasa sungkan menegur orang lain yang melakukan kesalahan, dengan berbagai alasan: “takut membuat orang tersinggung dan marah saya sendiri belum sempurna nanti Tuhan saja yang menegur, kita jangan campur urusan orang lain, dll.”
Firman Tuhan mengingatkan bahwa menegur itu harus, tetapi usahakanlah supaya teguran yang kita sampaikan itu menghasilkan kesadaran dan perubahan, bukannya kepahitan. Mari perhatikan kisah kehidupanYesus, bagaimana dia mengajar, menginsafkan orang berdosa agar mereka bertobat. Ada kalanya Yesus menegur dengan keras dan terus terang, tetapi ada juga yang ditegur dengan lembut, bahkan tidak jarang Yesus menegur seseorang dengan menggunakan perumpamaan. Semuanya dilakukan Yesus dengan tujuan supaya orang yang jatuh dalam dosa tersebut, bertobat dan berubah.
Gereja seharusnya menjadi wadah kasih persaudaraan yang diwujudkan. Ada teguran, pertobatan, pengampunan, dan hormat. Semua itu harus dilandaskan atas kasih Tuhan. Jangan menunggu orang lain, mulailah dari diri sendiri.
- Menolong sesama yang menanggung beban (ay.2)
Magic Johnson mengatakan: “Jangan bertanya apa yang bisa orang lain lakukan untuk anda tetapi bertanyalah apa yang bisa anda lakukan untuk mereka.”
Sebagai orang percaya, perbuatan baik tidak terlepas dari kehidupan yang menanggung beban sesamanya dan tidak membiarkan mereka masuk lebih dalam lagi dalam masalah mereka. Dalam perikop ini, Paulus dua kali berbicara mengenai menanggung beban. Perubahan-perubahan dalam hidup manusia silih berganti mendatangkan beban bagi manusia. Siapapun, tidak akan mampu menanggung beban hidup itu sendirian. Kita butuh orang lain. Jika dalam sebuah komunitas setiap orang hanya mengejar kepentingan, tujuan, dan kebahagiaannya sendiri, satu saat kelak dia akan merasakan kerugiannya. Firman Tuhan berkata, apa yang kamu tabur itu yang kamu tuai.
Rasul Paulus mengingatkan: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Galatia 6:2). Saling menolong adalah salah satu perwujudan nyata dari adanya kasih Kristus dalam hidup kita.
Dalam arti keutama KOMPAS tanggal 18 Mei 2020 dengan judul “Solidaritas Kian Tumbuh”, menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang berada di peringkat 5 besar dunia sebagai negara yang jiwa sosialnya tertinggi sejak tahun 2009-2019, Dan menduduki peringkat 1 dunia untuk partisipasi sipil dalam kegiatan sosial. Imam B Prasodjo, seorang sosiolog Universitas Indonesia menjelaskan, di hampir setiap bencana, mulai dari bencana lokal, seperti gempa dan tsunami, hingga pandemi Covid-19, solidaritas sosial bangsa menguat. Warga, atau komunitas, dan lembaga bergerak menggalang bantuan. Ini merupakan suatu Gerakan yang patut diacungin jempol, karena di tengah-tengah situasi yang sulit dimana semua orang tanpa terkecuali merasakan dampak dari pandemi ini, ternyata masih banyak orang yang mau berpartisipasi untuk membantu orang lain. Tidak terkecuali orang atau organisasi Kristen.
Yang menjadi tanda awas bagi kita orang Kristen: “Apakah Gerakan sosial yang kita lakukan ini didorong oleh motivasi yang benar? Mari kita terus berkaca dari teladan pelayanan yang dilakukan Tuhan Yesus ketika dia berada di tengah-tengah dunia ini. Yesus tidak memandang enteng penderitaan siapapun. Yesus bergerak berdasarkan kasih dan belas kasihan, tanpa melihat apakah orang itu orang Yahudi atau tidak, teman atau tidak, kenal atau tidak. Yesus melakukan semuanya dengan hati yang tulus, semuanya didorong oleh belas kasihan.
Hendaklah kita juga seperti itu. Mungkin hidup kita sendiri belum cukup mapan, kita sendiri masih kesulitan, namun sebentuk hati yang penuh kasih ketika melihat orang yang butuh pertolongan, sedikit bantuan dari kitab Isa berarti besar bagi mereka, dan hal itu bernilai tinggi di mata Tuhan.
Tuhan Yesus mengingatkan dalam Matius 7:12 “segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka”. Kalau kita ingin di dalam komunitas kita ada orang yang memperhatikan kita, maka kita perlu lebih dahulu memperhatikan orang lain. Kalau kita rindu kita sebagai orang berdosa diampuni, maka kita perlu juga mengampuni orang lain seperti Bapa di surga yang mau mengampuni dosa kita. Amin.